Biografi 8 Pelukis Indonesia

Biografi 8 Pelukis IndonesiaMelukis adalah habit atau kebiasaan yang mengeluarkan semua nalar, imajinasi diri dan dituangkan ke pada canvas atau lainya. Di indonesia sendiri sudah banyak sekali pelukis handal hingga terkenal namanya seantero Indonesia. Mari kita simak beberapa Biografi pelukis pelukis di Indonesia

1. Abdul Djalil Pirous

Seniman asal Indonesia yang memilki pengalaman berkarya yang panjang dimulai dari masa kolonial, Orde Lama, dan Orde Baru sampai Reformasi. Banyak karya yang telah dihasilkannya sejak tahun 1960. karya-karyannya yang menjadikan Pirous sebagai seniman pembaru seni lukis modern dengan latar belakang karya Islam. Pada tahun 2000an Pirous mengadakan pameran tunggal yang menyajikan pameran yang komperhensif dengan keberagaman tema dan gaya lukisnya. Gaya lukisnya mudah dikenal aalah tekstur dan warna-warna dibuat sangat terelaborasa dan sabar. cara melukisnyapun dibuat dengan cara melapisi warna dengan pasta pualam dan pisau palet. Pembeda pameran itu yaitu Ayat-ayat Semesta yang berfokus pada gaya karya Pirous. Dari beragam pokok pembahasan Prirous dalam berkarya selain benda alam, lansekap, kehidupan sehari-hari, figur binatang, abstrak dan yang lainnya karya kaligrafi yang menyita waktu, tenaga dan pikiran Pirous. Pertamakali setelah lahirnya karya cetak etsa Pirous menampilkan kali grafi Arab, Surah Al-Ikhlas: Pure Faith (1970), istilah 'kaligrafi' 'Islam' di Indonesia (dua istilah yang berdiri sendiri dan mengiringi 'seni' maupun 'lukisan' 'modern' ) yang melekat dengan Pirous.

2. Abdullah Suriosubroto

Abdullah Suriosubroto  lahir di Semarang, 1878 dan wafat diYogyakarta, 1941  seorang pelukis Indonesia. Dia adalah anak angkat Wahidin Sudirohusodo, seorang tokoh gerakan nasional Indonesia. Dia adalah juga ayah pelukis Indonesia terkenal Sudjono Abdullah dan Basoeki Abdullah.

Mengikuti jejak ayah angkatnya, Abdullah masuk sekolah kedokteran di Batavia (kini Jakarta). Kemudian dia meneruskan kuliahnya di Belanda. Di sana, dia beralih ke seni lukis dan masuk sekolah seni rupa. Sepulangnya di Indonesia, dia meneruskan kariernya sebagai pelukis.

Abdullah mulai menetap beberapa tahun di Bandung agar dekat dengan alam yang dia suka lukis. Kemudian dia pindah ke Yogyakarta, di mana dia meninggal tahun 1941.

3. Basuki Abdullah

Fransiskus Xaverius Basuki Abdullah (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, Hindia Belanda, 25 Januari 1915 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 5 November 1993 pada umur 78 tahun)  adalah salah seorang maestro pelukis Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta dan karya-karyanya menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia, disamping menjadi barang koleksi dari penjuru dunia.
Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suriosubroto, yang juga seorang pelukis dan penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basuki Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.

Pendidikan formal Basuki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo. Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basuki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA).

4. Barli Sasmitawinata

Barli Sasmitawinata (lahir di Bandoeng, 18 Maret 1921 – meninggal di Bandung, 8 Februari 2007 pada umur 85 tahun) adalah seorang pelukis realis asal Indonesia.
Sasmitawinata dikenal sebagai orang menekankan pentingnya pendidikan seni rupa. Tahun 1948 ia mendirikan studio Jiwa Mukti bersama Karnedi dan Sartono. Setelah menyelesaikan pendidikan di luar negeri, ia mendirikan Sanggar Rangga Gempol di kawasan Dago, Bandung pada tahun 1958. Ia pernah mengajar seni lukis di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan adalah salah seorang perintis jurusan seni rupa di Institut Kejuruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung (kini bernama Universitas Pendidikan Indonesia) pada tahun 1961. Barli lalu kemudian lebih banyak mengajar murid secara informal di sanggar. Tahun 1992 ia mendirikan Museum Barli Bandung.

5. Batara Lubis

Batara Lubis Lahir di Huta Godang, Ulu Pungkut, Mandailing Natal 1 Desember 1986 (umur 59) adalah Seorang Pelukis yang mempunyai karakter dengan corak warna yang kontras. Ia hijrah dari Medan dan menetap di Yogyakarta belajar ilmu Seni Lukis .Ia adalah Anak dari mantan Gubernur Sumatera Utara Raja Djundjungan Lubis.

6. Delsy Syamsumar

Delsy Syamsumar (lahir di Medan, 7 Mei 1935 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 2001 pada umur 66 tahun) adalah seorang pelukis “Neoklasik” Indonesia berasal dari Sungai Puar, Sumatera Barat. Pelukis ini telah menampakkan bakat melukisnya sejak usia 5 tahun. Di waktu perang revolusi keluarganya memilih tinggal di Bukittinggi. Delsy melalui sekolah dasar dan menengah umum bahkan pendidikan agama Islam, ia selalu menonjol dalam pelajaran seni lukis dan menjadi juara pertama pada setiap sayembara di sekolah sekolah di Sumatera Barat.

Pada usia 17 tahun Delsy telah mampu melukis komik sejarah dan karangannya sendiri yang ia kirim sendiri per pos ke majalah ibukota. Karyanya seperti Komik “Mawar Putih” tentang “Bajak Laut Aceh” dimuat di majalah “Aneka” telah membuat ia terkenal diseluruh Indonesia pada usia yang amat muda.


7. Dullah

Dullah (lahir di Surakarta, 17 September 1919 – meninggal di Yogyakarta, 1 Januari 1996 pada umur 76 tahun) adalah salah satu pelukis aliran realisme ternama Indonesia. Ia adalah salah satu pelukis dan kurator seni rupa istana, semasa kepemimpinan Presiden Soekarno.

Dullah lahir di Surakarta, dari keluarga dari keluarga pembatik. Ia belajar melukis dari S. Sudjojono dan Affandi, sewaktu menjadi anggota kelompok Seniman Indonesia Moeda (SIM). Semasa pendudukan Belanda di Yogyakarta, Dullah dan pelukis-pelukis muda lainnya banyak mengabadikan berbagai peristiwa perjuangan dan peperangan yang terjadi, sehingga ia juga dikenal sebagai "pelukis revolusioner". Atas rekomendasi S. Soedjono, pada masa pendudukan Jepang, Dullah pernah bergabung dengan Poetera (Poesat Tenaga Rakjat). Salah satu poster perjuangan terawal, Boeng, Ajo Boeng, menggambarkan laki-laki memutus belenggu dengan latar bendera merah putih, dilukis oleh Affandi dengan menggunakan Dullah sebagai modelnya.

Pada tahun 1950, Dullah sempat mendirikan Himpunan Budaya Surakarta (HBS). Pada tahun yang sama, ia kemudian ditunjuk sebagai seniman dan kurator seni rupa istana, yang dijabatnya kira-kira selama 10 tahun. Dullah pernah menjadi penyusun buku Lukisan-lukisan dan Patung-Patung Koleksi Presiden Sukarno, yaitu jilid pertama dan kedua (dari keseluruhan empat jilid) yang diselesaikannya pada tahun 1956. Sebagai pelukis istana, Dullah juga berpartisipasi memperbaiki rancangan Garuda Pancasila yang dibuat oleh Sultan Hamid II, berdasarkan arahan dari Presiden Soekarno, sehingga menjadi bentuknya sekarang.

8. Hendra Gunawan

Hendra Gunawan (lahir di Bandung, Hindia Belanda, 11 Juni 1918 – meninggal di Bali, Indonesia, 17 Juli 1983 pada umur 65 tahun) adalah seorang pelukis dan pematung yang terlahir dari pasangan bernama Raden Prawiranegara dan ibunya bernama Raden Odah Tejaningsih. Sejak masih di SD telah tekun belajar sendiri mengambar segala macam yang ada di sekitarnya seperti buah-buahan, bunga, wayang (golek dan kulit) serta bintang film. Bahkan ketika duduk di kelas 7 HIS, ia sanggup melukis pemandangan alam. Ia mulai serius belajar melukis setamat SMP Pasundan.

Mula-mula pada pelukis seorang pelukis pemandangan Wahdi Sumanta, Abdullah Suriosubroto (ayah Basuki Abdullah). Kemudian bertemu dan berkenalan dengan Affandi, Sudarso, dan Barli. Mereka lalu membentuk kelompok Lima serangkai. Di rumah tempat tinggal Affandi mereka mengadakan latihan melukis bersama dengan tekun dan mendalam. Dari Wahdi, ia banyak menggali pengetahuan tentang melukis. Kegiatannya bukan hanya melukis semata, tetapi pada waktu senggang ia menceburkan diri pada kelompok sandiwara Sunda sebagai pelukis dekor. Dari pengalaman itulah, ia mengasah kemampuannya.


Demikian biografi singkat dari 8 pelukis kita di Indonesia ini, Kata bung karno "jangan pernah melupakan sejarah". Semoga artikel ini dapat mengingatkan kembali, bahwa di Indonesia banyak sekali orang orang hebat di bidang lukis. Mohon maaf apabila ada salah kata. Refrensi kami dapat dari https://id.wikipedia.org/.

Sekian dari kami. wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Posting Komentar